Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, meningkatnya jumlah penduduk pada tahun 2035 tersebut menyebabkan Indonesia menjadi negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Meski begitu, peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun). Menurut Armida, Indonesia telah memasuki bonus demografi (rasio ketergantungan terhadap penduduk tak produktif) sejak tahun 2012, yakni 49,6 persen. Atas dasar itu, penduduk Indonesia yang produktif lebih banyak daripada penduduk yang tak produktif.
Pada tahun 2010, proporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada tahun 2028 sampai tahun 2031. Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif menyebabkan menurunnya angka ketergantungan, yaitu jumlah penduduk usia tidak produktif yang ditanggung oleh 100 orang penduduk usia produktif dari 50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 46,9 persen pada periode 2028-2031. Tetapi angka ketergantungan ini mulai naik kembali menjadi 47,3 persen pada tahun 2035.
Armida mengatakan, kontribusi penduduk berusia produktif ini telah terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang stabil. Fenomena ini terlihat juga di beberapa negara yang jumlah penduduknya turut meningkat dan kondisi ekonominya sama seperti Brazil, Rusia dan India. Bahkan di sejumlah negara lain, bonus demografi telah berkontribusi menumbuhkan ekonomi.
“Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea bonus demografi di sana berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen,” kata Armida di Jakarta, Jumat (7/2).
Ia berharap, bonus demografi ini dapat dimanfaatkan secara baik oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Manfaat bisa dilakukan dengan adanya kesiapan kebijakan seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan. “Ini (bonus demografi) tidak otomatis untungkan kita, harus ada syaratnya,” katanya.
Misalnya dalam bidang pendidikan, Armida menyarankan agar wajib belajar terus diperpanjang menjadi 12 tahun. Lalu, jumlah drop out (DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah harus dikurangi dan kurikulum juga harus direvisi. “Sekolah Dasar (SD) betul-betul diubah supaya dari kecil diajarkan cara berpikir lebih kreatif,” katanya.
Dari sisi kesehatan, lanjut Armida, juga harus dimulai nutrisi 1000 hari pertama sejak kelahiran. Menurutnya, dalam jangka waktu tersebut masa-masa untuk perkembangan otak. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, bila perlu pemerintah terus menggenjot industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan menengah.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan bahwa kependudukan merupakan topik yang sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan manusia pada dasarnya ditujukan kepada manusia atau people-centered development.
Menurutnya, pembangunan dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan itu sendiri yang diukur dari human resource development atau kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Presiden juga berharap pentingnya proyeksi penduduk sebagai prasyarat untuk merumuskan perencanaan pembangunan di masa depan secara lebih efektif dan efisien.
Sumber : http://www.hukumonline.com/